PORT-AU-PRINCE, KOMPAS.com — Warga Haiti yang cedera dan masih terguncang duduk di jalan-jalan yang gelap, menanti pertolongan. Di sekitar mereka, warga mulai menumpuk jenazah korban gempa yang mengguncang negara itu, Selasa sore waktu setempat, dan mencoba mencari-cari korban yang tertimbun puing-puing bangunan.
”Pusat Port-au-Prince telah hancur, ini sebuah bencana,” ratap Pierre yang begitu terguncang sehingga nyaris tidak bisa berbicara saat dia memeriksa kerusakan di sekitarnya, setelah berjalan berkilo-kilometer untuk menemukan rumahnya.
Hanya dalam 35 detik yang mengerikan pada pukul 16.53 hari Selasa (Rabu pukul 04.53 WIB) bumi menggelepar, membuat rata bangunan-bangunan dan melempar potongan beton dan logam ke udara. Ratusan bahkan ribuan orang diduga tewas.
Orang-orang menarik jenazah-jenazah dari timbunan batu dan beton dan menutupinya dengan plastik di tepi jalan. Orang-orang yang lewat mengangkat plastik itu untuk melihat apakah orang yang mereka cintai berada di bawahnya.
Di luar sebuah gedung yang hancur, jenazah lima bocah dan tiga orang dewasa terbaring berjejeran.
Seorang pekerja kemanusiaan asal AS terperangkap selama 10 jam di bawah reruntuhan rumahnya sebelum diselamatkan suaminya yang menyetir 160 kilometer jauhnya ke Port-au-Prince saat dia mengetahui terjadi gempa. Frank Thorp menuturkan, dia menggali lebih dari satu jam untuk membebaskan istrinya, Jillian, dan seorang rekan kerjanya yang terperangkap lebih dari 10 meter di bawah reruntuhan.
Perempuan-perempuan yang badannya tertutup debu muncul dari puing-puing dengan meratap. Orang-orang yang terpukul berjalan tak tentu arah dengan bergandengan tangan.
”Rumah sakit tidak bisa menangani semua korban ini,” kata Dr Louis-Gerard Gilles, seorang mantan senator, saat dia membantu mereka yang selamat.
”Haiti perlu berdoa. Kita perlu berdoa bersama,” katanya.
Tak lama setelah gempa, malam datang, menenggelamkan kota yang telah tegang itu dalam kegelapan serta menambah panik dan teror di kalangan warganya. Sebagian besar stasiun radio dan televisi berhenti siaran, sekali-sekali terdengar panggilan radio minta tolong.
Penjarahan
Penjarahan pun segera dimulai, dengan warga mengambili barang-barang dari sebuah pasar swalayan yang sebagian hancur, Rabu dini hari.
Puluhan ribu warga kehilangan tempat tinggal mereka. Bangunan itu sudah berbahaya dalam keadaan normal sekalipun.
Tak hanya warga miskin, golongan kaya pun mengalami kerusakan akibat gempa. Sebuah rumah sakit di Petionville, pinggiran Port-au-Prince, kolaps, begitu juga kementerian, sekolah, rumah-rumah di distrik mewah, dan perkampungan miskin di lereng bukit, kawasan bisnis, dan pasar.
Namun, sebagian besar wilayah Haiti tampak tidak terpengaruh oleh gempa.
Edwidge Danticat, seorang pengarang keturunan Haiti- Amerika, menuturkan, dia tidak bisa menghubungi kerabatnya di Haiti. Dia hanya duduk bersama keluarga dan teman di rumahnya di Miami, AS, mencari berita lewat internet dan menonton televisi.
”Hidup sudah sedemikian rentan di Haiti, dan mengalami bencana dengan skala sebesar ini, tidak bisa dibayangkan bagaimana negara itu akan mampu bangkit dari semua ini,” ujar Danticat. (AP/AFP/Reuters/DI/FRO)
0 komentar:
Posting Komentar